Meneropong Manusia Sulawesi
Buku ini baru-baru saja terbit, karya jurnalistik yang begitu mengagumkan bagi saya pribadi. di tulis oleh sosok jurnalis bernama Eko Rusdianto, ini sangat menarik dan harus di baca oleh teman-teman yang suka menjelajahi berbagai lapisan-lapisan waktu di masa lampau. Barangkali dalam membaca buku ini anda akan mengalami hal yang sama dengan apa yang saya rasakan.
Menelusuri uraian buku ini tentunya kita akan diperhadapkan dengan berbagai hal yang bakal membuat siapapun pembacanya akan terpengarah sekaligus bertanya-tanya. Perpaduan ilmu pengetahuan arkeologi dengan ilmu jurnalisme yang begitu epik, sekali membacanya kita akan terus dijerumuskan untuk terus masuk menelusuri jejak-jejak kehidupan dahulu kala, disini rasa penasaran mu akan diotak-atik.
Iya, pada ulasan awal kita akan dihadapkan pada kenyataan dan pertanyaan tentang seluk beluk dan asal usul nenek moyang kita sebenarnya siapa, dalam buku meneropong manusia sulawesi ini kita akan mendapatkan jawaban kemungkinan terbesarnya. Sekaligus kita akan diperhadapkan pada tanda tanya tentang temuan-temuan bagaimana manusia-manusia jauh sebelumnya menghuni goa leang menjalani kehidupan dan apa saja yang terjadi pada mereka.
Teridentifikasi bahwa sejauh temuan para arkeolog kalau manusia Sulawesi yang bermukim pertamakali pada ribuan tahun silam tepatnya sekitar 7000 tahun lalu, dengan berlandaskan temuan alat tertua mereka, manusia itu disebut To Ala yang hidupnya masih sangat primitif tinggal di leang atau goa, kehidupan mereka masih sangat tergantung dengan kekayaan alam, berburu anoa, babi dan lain sebagainya.
To Ala atau kerap diartikan Manusia hutan, sejauh ini digadang-gadang sebagai manusia penduduk asli pertama pulau Sulawesi. Menurut penelitian, tinggi badan mereka hanya berkisar 160 cm, memiliki kulit agak gelap kecoklatan, DNA itu merujuk pada tampilan seperti orang yang mendiami daratan Papua sekarang, atau ras Australomelanesia. Apakah mereka penduduk asli Sulawesi? Kata Eko Rusdianto jangan terburu-buru, To Ala juga kemungkinan besar adalah pendatang.
Terlepas dari itu, dalam buku ini juga menerangkan pertemuan ras Medonesia To ala dengan ras Austronesia Mongoloid, hingga dugaanya kedua ras ini pernah berinterakasi dan mengalami pertukaran budaya. Pada kisaran 4000 tahun yang lalu manusia penutur Austronesia Ras Mongoloid mendatangi pulau Sulawesi, Ras Mongoloid yang memang dikenal sebagai penguasa laut dan daratan ini menunggangi perahu untuk menyambangi berbagai wilayah, termasuk Sulawesi.
Merekalah ras penutur sekaligus kelompok yang memulai kehidupan dengan kemampuan mendomestikasi hewan, memperkenalkan alat-alat yang sedikit mulai canggih. Disinilah kemungkinan banyak terlahir. Kemungkinan pertama masyarakat To Ala pernah hidup berdampingan dengan masyarakat Austronesia dan kemungkinan lainnya penduduk awal pulau Sulawesi To Ala tersingkirkan akibat kalah bersaing dengan Austronesia yang mulai menggunakan teknologi yang sedikit lebih moderent.
*****
Petanyaan yang membuat mencengankan bagi saya adalah, lantas saya dan kamu keturunan orang mana, To Ala atau Austronesia? Banyak penelitian mendesripsikan bahwa hampir sepenuhnya kita orang Sulawesi sekarang merupakan dari orang Austronesia, Ras Mongoloid. Penemuan ini sekaligus membuat kita sedikit harus berhati-hati ketika ingin menapuk diri sebagai cucu atau memiliki moyang pertama yang asli wilayah setempat, apatah lagi mengaku generasi yang terlahir dari regenerasi manusia yang sebelumnya datang dari cerita ajaib, seperti bayi langit. Misalnya manusia yang terlahir dengan begitu misterius dan diagung-agungkan sebagai cikal bakal manusia pertama yang menduduki suatu kawasan, barangkali sulawesi secara umum memiliki kisah demikian.
Kata Eko Rusdianto dalam buku ini, "kamu tidak perlu interupsi begitu keras jika mitologi kita di Sulawesi mengenai To Manurung, orang pertama yang hadir dari langit itu adalah darah murni. Maka kemungkinannya mereka adalah orang-orang Austronesia. Meski kemudian "darah" silsilah itu acap kali direproduksi untuk mengakses politik dan ekonomi dalam masyarakat. Kamu harus berhati-hati bahwa sebenarnya itu tentang relasi kuasa dan penguasaan properti" (halaman 10).
Dalam buku yang padat ini juga menceritakan bagaimana orang-orang purbakala meninggalkan jejak pengetahuan yang luar biasa hingga kemudian bisa terlacak, ia mereka meninggalkan itu semua di goa atau sebutan warga sekitar leang, berbagai lukisan terpampang di dinding goa, barangkali disinilah ledakan pengetahuan terjadi dengan lukisan.
Bab berikut-berikutnya tersaji pula tentang bagaimana para arkeolog dengan susah payahnya merawat jejak-jejak itu agar tidak ditelan masa, mereka melakukan berbagai hal yang mereka mampu, agar jejak peradaban itu tidak lekan oleh waktu.
Selain itu, tidak semudah gampang menjaga kelesatarian temuan menakjubkan itu, perubahan iklim juga ikut mewarnai kisruh atas rumitnya menjaga goa pra sejarah. Perubahan iklim mengancam lukisan purba itu di Sulawesi dan masih banyak lagi kisah-kisah yang bagi saya sangat menarik yang dipaparkan Eko Rusdianto dalam buku mewah yang diberi judul “Meneropong Manusia Sulawesi” Diantara pencarian leluhur, ramalan, hingga ancaman ekelogi.
Saya sudah membacanya dua kali dan ulasanya tidak pernah gagal membuat saya tercengang dan berdecak kagum. Lebih lanjut saya menyarangkan kamu membaca bukunya langsung, buku yang memiliki 171 halaman itu sangat bagus menemani harimu, meneropong berbagai hal di sulawesi di masa lampau, karya Eko Rusdianto ini.
Sekian.....
Buku Meneropong Manusia Sulawesi. |
Komentar
Posting Komentar