Tergerusnya Pangan Lokal yang Khas

 Perjalanan panjang manusia di bumi tercatat dalam setiap zaman, beberapa mengisahkan sejarah manusia. pola laku, budaya, adat, karakter, model keyakinan dan masih banyak lagi. Namun yang tidak luput dan yang paling intim bagi perjalanan sejarah manusia hingga kini, tidak lain dan tidak bukan adalah pangan atau makanan bagi mahluk hidup misalnya manusia. sehingga, hingga sampai saat ini, manusia masih eksis, terhindar dari kepunahan massal.

Pangan, berdasarkan beberapa informasi pelaku sejarah manusia yang pernah bermukim di bumi ini, khususnya warga Polewali Mandar. menyatakan bahwa ada berbagai jenis komoditi yang menjadi bahan makanan pokok, dari generasi ke generasi. Khususnya di Polewali mandar sendiri, Beberapa jenis pangan yang pernah di konsumsi manusia dulu sebelum ada jenis pangan bernama padi seperti yang kita kenal hingga saat ini. Nah, sebelum itu, masyarakat pernah mengkonsumsi makanan pokok berjenis umbi-umbian. Sependek pemahaman saya, dan informasi yang saya dapat, diantaranya : undo/gadung, lameayu/ubi kayu, kandora'/ubi jalar, dan sarepa'/sagu.

Selain berbagai bahan pangan diatas tersebut, Sebelum masuknya padi hibrida, sebelum-sebelumnya juga sudah ada padi lokal, biasa dikenal dengan sebutan pare buttu (padi gunung). Menurut keterangan, padi jenis ini, selain resisten atas hama dan penyakit, bahkan walau tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetis untuk menepis gangguan pada tanaman.

Seperti yang dikemukakan oleh beberapa Masyarakat yang sempat saya temui. mereka ketika ingin makan tinggal mengambil saja tanaman yang ada di sekitar lingkungan mereka tinggali, ada banyak jenis umbi-umbian tumbuh liar di hamparan tanah, tinggal ambil saja katanya, kemudian mengolahnya jika ingin makan.

Beberapa orang mengatakan, dulu biarpun kita tidak kerja, kita tetap bisa makan. Sekarang keras kehidupan, tidak kerja tidak makan. Seiring perkembangan zaman, beberapa mulai meninggalkan pangan khas orang dulu. kini hampir seluruh manusia Polewali mandar beralih ke jenis pangan baru, yaitu tanaman padi.

Pangan yang selama ini menjadi makanan pokok mayoritas masyarakat Polewali Mandar, seiring bergulirnya waktu, tergantikan. Percetakan sawah mulai di buka lebar, komoditi lain disingkirkan, termasuk beberapa jenis makananan pokok tadi, dari umbi-umbian. Secara tidak langsung, masyarakat perlahan mulai beralih, menjadi pengkonsumsi bulir olahan beras. Tanpa di sadari semua menjadi bergantung pada pangan beras. Serasa bagai tidak makan, kalau tidak memakan olahan beras dalam seharinya.

Sebelum masyarakat Polman tergantung dengan produk yang satu ini, hasil pemuliaan tanaman berjenis padi mulai tumbuh, mengakar dari petakan ke petakan pematang sawah. menciptakan hamparan hijau nan luas. Semua tergiur, hingga sampai saat ini pembukaan lahan pun masih terus berjalan. Peralihan komoditi kian tak bisa dibendung lagi. Sedikit lagi, semua dataran, di sulap jadi hamparan percetakan sawah irigasi. Sakin masifnya, semua keluarga, rumah tangga tidak ada yang tidak makan beras.


Dulu, sebagai mana kini, makanan pokok umbi-umbian semakin di benarkan, beberapa orang melontarkan bahwa makanan khas yang sering terucap adalah olahan makanan khas yang bernama jepa. Jepa dan bau peapi menjadi hidangan yang begitu nikmat di santap. Dulu kata mereka. Anak-anak, dewasa hingga lansia berkerumun, menyantap jepa dan bau peapi yang khas.

Sumber foto : google 

"Massipa sannal di ande siola-ola, sangen maambeimi tau jepa, mane dipasiola bau peapi, tannaratang maloppona"

Jepa adalah makanan hasil olahan Masyarakat polewali mandar. Biasanya berbahan dasar ubi kayu, maupun sagu yang dihaluskan. Prosesnya, ubi kayu atau sagu di haluskan dalam bentuk serbuk/bubuk, lalu di jemur pada paparan sinar matahari, hingga kemudian bisa di masak menggunakan pallu atau cetakan jepa yang khas. Cetakan pun, terbuat dari bahan tanah liat yang sudah di bentuk menyerupai lingkaran cekung. Namun proses pengolahan jepa antara ubi kayu dengan sagu/Katong berbeda. Walau begitu, proses pembuatannya tetap sama, menggunakan alat sederhana tadi. Paling nikmat jepa disantap dengan bau peapi. Bau peapi sendiri adalah ikan yang di masak dengan berbagai macam bumbu/rempah-rempah.

Jepa, dikalangan Masayarakat kini kian tergerus, telinga serta lidah generasi kini, mulai tak familiar. beriringan dengan percetakan sawah yang kian masif. Makanan khas mulai bak perlahan-lahan ditelan zaman, yang dulu begitu familiar, lekat dekat dengan mulut serta perut manusia khususnya suku mandar. Peminat jepa kini kian redup. Makanan yang mengandung banyak karbohidrat serta manfaat lainya perlahan hilang di pelupuk mata tersenggol oleh olahan beras dan lain-lain.

Namun, seperti di awal yang sempat saya tadi bahasakan, bahwa tanaman umbi-umbian proses budidayanya jauh berbeda dengan tanaman padi. Tanaman undo/gadung, lameayu/ubi kayu, kandora'/ubi jalar, dan sarepa'/sagu. Tidak begitu ribet dalam proses budidayanya, kata orang tua dulu. tanaman sagu, gadung, ubi kayu dan kawan-kawan hingga saat ini, itu tidak dirawat sedemikian rupa. Di semprot pestisida, apalagi menggunakan pupuk kimia dan lain sebagainya, sama sekali tidak dilakukan. Mereka tumbuh subur begitu saja, kita tinggal panen dan mengambil manfaat darinya.

Tanaman yang tumbuh subur serta tidak ribet dalam proses budidayanya, bahkan tidak pakai input kimia pestisida sintetik dalam proses pertumbuhan perkembanganya, digantikan dengan tanaman padi yang sejak dini diguyur, bermandikan kimia sintetik.

Disisi lain dampak penggunaan kimia sintetik begitu sangat negatif atas tubuh manusia diantaranya : Pestisida yang masuk ke tubuh akan merusak sel tubuh dan mengganggu fungsi organ tubuh. Iritasi mata, iritasi kulit, kesulitan bernapas, pusing, sakit kepala, mual, dan muntah bisa langsung dirasakan oleh oleh mereka yang dalam aktivitasnya bersentuhan langsung dengan pestisida. Paparan pestisida dalam dosis tinggi bahkan dapat menyebabkan kematian.

Jika digunakan dalam jangka panjang, paparan pestisida berisiko menimbulkan beberapa masalah kesehatan bagi manusia, seperti di bawah ini.

Gangguan reproduksi, gangguan hormon yang disebabkan pestisida dapat mengakibatkan penurunan produksi sperma. Selain itu wanita yang sering bersentuhan dengan pestisida juga cenderung kurang subur dan berisiko melahirkan secara prematur. Gangguan kehamilan dan perkembangan janin. Pestisida mengandung bahan kimia yang dapat merusak sistem saraf. Oleh karena itu ibu hamil disarankan untuk menghindari paparan pestisida, terutama pada trimester pertama kehamilan. Kenapa? Karena di tiga bulan pertama inilah sistem saraf janin berkembang pesat. Jika terpapar, risiko cacat pada janin, keguguran, dan komplikasi kehamilan akan meningkat.

Penyakit Parkinson ; Penelitian menunjukkan bahwa pestisida diduga mampu meningkatkan risiko terkena penyakit Parkinson. Semakin sering terpapar, semakin tinggi risikonya. Hal ini karena racun di dalam pestisida dapat merusak saraf tubuh, terlebih jika telah terpapar dalam jangka panjang.

Risiko pubertas dini ; Bahan kimia pada pestisida diduga dapat meningkatkan produksi hormon testosteron yang dapat menyebabkan pubertas dini pada anak laki-laki.

Kanker ; banyak penelitian yang mengaitkan pestisida dengan munculnya tumor dan meningkatnya risiko terkena kanker. Kanker ginjal, kulit, otak, limfoma, payudara, prostat, hati, paru-paru, dan leukimia, adalah beberapa jenis kanker yang mungkin bisa diakibatkan oleh paparan pestisida dalam jangka panjang. Para pekerja pertanian adalah yang paling rentan terhadap risiko ini.

Sumber : dokter sehat com.

Setelah menelusuri sedikit banyaknya tentang dampak input kimia yang lekat dengan petani dan pangan, ternyata memang penyakit yang menjamur hari ini, belum sebanyak dan bisa jadi belum ada pada saat orang tua dulu masih mengkonsumsi tanaman umbi-umbian, palingan orang tua dulu katanya, mereka hanya rata-rata mengalami sakit kepala, sakit gigi, sakit perut to' saja. Kini jenis pangan tidak beragam, namun penyakit kian beragam.

Tentunya, pangan sehat menjadi pondasi utama bagi kita manusia dalam mengarungi kehidupan. Pangan yang bersandar pada kualitas bukan kuantitas, mesti di selingi untuk tercapainya hidup sehat dan bugar, namun hal itu akan nihil jika tidak di topang dengan pola konsumsi serta makan-makan yang bermutu, sehat dan benar.


Komentar

Postingan Populer