Fiqih Ekologi : Hubungan Manusia Dan Alam.
Entah sejak kapan saya mulai jatuh cinta pada pembahasan lingkungan/ekologi, serasa setiap saat saya bertemu dengan buku-buku bergenre tentang ekologi, saya selalu merasa tertarik ke dalamnya. Hal ini membuat saya memiliki penasaran yang semakin besar, atas apa sebenarnya ini ekologi. Bumi yang selama ini kita tinggali benar-benar harus kita kenali dan pahami, teruntuk itu lingkungan sekitar kita adalah bagian terkecil bumi, bagaimana tampilan bumi di lingkungan kita, itulah gambaran diri kita saat itu juga.
Dalam kesempatan ini, saya akan mencoba mengulas buku yang di tulis oleh Dr. H. M. Thalhah, SH. MH. Achmad Mufid A.R. dengan judul “Fiqih Ekologi”
Buku Fiqih Ekologi di bagian pertama membahas mengenai penciptaan Alam dan Manusia, sebagaimana yang di terangkan dalam buku ini, bahwasanya alam raya ini di ciptakan oleh tuhan yang maha kuasa atas dasar cinta, maka tuhan menginformasikan, bahwa tuhan hendak meciptakan khalifa, walau begitu para malaikat sempat berdialog dengan tuhan.
malaikat berkata : “untuk apa engkau hendak menciptakan mahluk di bumi, sedang nantinya ia akan menyebapkan keruskan dan menyebapkan penumpahan darah”.
Tuhan menjawab : “sesunggunhya aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui”.
Mulailah penciptaan alam raya, tuhan kemudian menyerukan kalimat perintah kun yang artinya = Jadilah, dengan kata tersebut, alam semesta mulai terbentang. kata kun jika diterjemahkan Dalam bahasa arab, kata kun berasal dari dua huruf yakni kun & kaf. Kun berarti kamal atau kesempurnaan dan nun berarti nur atau cahaya. Maka wujudlah penciptaan dari “cahaya yang sempurna” cahaya kenabian.
Proses penciptaan alam semesta di mulai dari titik tunggal, (an-nuqhah) yang kemudian tuhan ledakan. Pada titik tersebut terkandung berbagi macam materi penyusun alam semesta, dan mahluk hidup yang kelak tuhan akan hadirkan. Para ahli astronom, menyebut peristiwa ini dengan sebutan Big bang.
Proses evolusi bumi dan mahluk lainya terjadi, sekitar ratusan milyar tahun yang lalu, dalam proses ini kemudian dibagi menjadi tiga fase. Pertama fase prabiotik, fase ini di kemukakan bahwa disinilah dimulai cikal bakal tanda-tanda kehidupan di bumi mulai nampak. Ke dua fase mikrokosmos, fase ini ditandai dengan kehidupan mulai berlangsung, mahluk tak kasat mata mulai hidup, seperti microorganisme dan sebagainya. Fase ke-tiga, adalah fase makrocosmos, fase ini mulai menujukan mahluk yang kasat mata, seperti hidupnya dinosaurus, tumbuhan dan lain-lain. Proses evolusi yang terjadi antara fase satu dengan yang lain-nya, terpantau jarak milyaran tahun.
Tentunya terciptanya kehidupan di bumi, pada rotasi yang seimbang, antara mahluk. Karena proses yang terjadi di alam semesta, masih terjadi begitu alamiah, antara satu dengan yang lainya, tuhan menciptakan keterkaitan antara mahluk (simbiosis mutualisme). Tuhan telah menciptakan segala ketetapanya dengan sesuai poksinya, jadi tidak usah di ganggu gugat peranan antara satu dengan yang lainya, agar kita tidak melampaui batas. “sesungguhnya, kami telah menciptakan segala sesuatu menurut ukuranya.” (Q.s al-Qamar {54}:49).
Ukuran bumi, awan, laut, langit, hujan, gunung, mata air, sungai, udara, tumbuhan, hewan, atmosfir, dan lain sebagainya. “Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” (Q.s. al-Hijr {15}:19).
Sebelum manusia, hewan dan tumbuhan di ciptakan (ada). Alam sudah berada pada kompsosisi yang pas, sebagaimana ayat tadi di atas. Mahluk serta zat yang metafisik, seperti Nitrogen, Oksigen, dan Karbondioksida.
Komposisi masing-masing sebanyak, 77% Nitrogen, 21% Oksigen, dan Karbondioksida sebanyak 1% Komposisi Atmosfir sudah di perhitungkan dengan cermat oleh tuhan. Apabila Oksigen terlampau banyak di muka bumi, akan menyebabkan bencana kebakaran dimana-mana, karena Oksigen merupakan unsur yang mudah bereaksi, dan sebaliknya, apabila terlalu banyak Karbondioksida di permukaan bumi, maka tidak akan ada kehidupan di muka bumi, karena unsur Karbondioksida bersifat racun.
Kemudian, agar menjaga keteraturan tersebut, tuhan menciptakan manusia, hewan dan tanaman. Oksigen di serap oleh manusia dan hewan dalam jumlah banyak melalui saluran pernapasan. Kemudian, di hembuskan dan menghasilkan Karbondioksida. Karbondioksida, kemudian di serap oleh tanaman, (bernapas) dengan bantuan energi cahaya matahari yang di kenal dengan sebutan fotosintesis. Dan menghasilkan kembali Oksigen. Disinilah terjadi simbiosis mutualisme antara satu dengan yang lainya.
Alam semesta memberikan kita segalagalanya yang kita butuhkan, memenuhi kebutuhan esensial kita, baik yang abstrak hingga yang nampak, semua berperan berdasarkan aturan penciptaanya. Hewan, tumbuhan, Air, udara, tanah, api, microorganisme, dan berbagai senyawa-senyawa lainya.
Lantas, apa yang kita lakukan ke pada mereka, sebagai mahluk berakal?
Inilah wajah kita masyarakat, wajah kelabu indonesia. Ekosistem kian menuju kepunahan massal, degradasi lingkungan dimana-mana. Kalimat klise yang sering terucap adalah pelestarian lingkungan. Berbanding tidak lurus dengan, berkurangnya kebutuhan pangan, pemangkasan hutan, pengerukan gunung, import pangan, bertambahnya kemiskinan, melonjaknya angka pengagguran, pelanggaran HAM, limbah dimana-mana, efek rumah kaca, gedung menggantikan gunung, dan masih banyak lagi. Inilah balasan sapiens atas jasa alam semesta, atas kehidupan.
Akibatnya, seperti yang kita ketahui bersama. Terjadilah banjir, longsor, berkurangnya air bersih, punahnya biodiversitas hewan dan tumbuhan yang beragam. “Dan allah telah meninggikan langit dan dia meletakan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu dan tegakanlah timbang timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (Q.s. ar.-Rahman {55}:7-9).
Berkurangnya Oksigen, punahnya Hewan dan Tumbuhan. Tumbuhan di alam semesta semakin berkurang, lonjatan informasi tentang alih fungsi lahan, kian terlihat signifikan, otomatis semakin menjalarnya alih fungsi lahan seperti pembangunan, merebaknya rumah kaca. Sedangkan efek rumah kaca begitu sangat berpengaruh atas pemanasan global, bukan rahasia umum lagi bahwasanya, rumah kaca membuat panas pancaran sinar matahari terperangkap di bumi, karena sinar yang seharusnya kembali ke angkasa terperangkap dalam kaca.
Kelompok gas rumah kaca di antaranya adalah Karbondioksida, Metana, Dinitro, Oksidaheksafluorida. zat tersebut juga di timbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, (minyak bumi dan batu bara), di sektor energi, transport, penggundulan hutan dan pertanian. Salah satu contohnya pembangkit listrik bertenaga batubara, setiap 1000 megawatt yang di hasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan menghasilkan 5,6 juta ton karbondioksida (racun) per-tahun.
Sedangkan jika penambangan terjadi semakin masif, pembakaran hutan, kerusakan lingkungan. Siapa yang akan betugas menfilter racun-racun tersebut. Sedangkan mahluk yang bertugas menghirup karbondioksida (racun), kita punahkan keragamanya. Akibat konsep pembangunan materialistik sapiens yang katanya berakal? Betulkah kita berkal? Sebagaimana kita di utus ke muka bumi, sebagai Rahmatan Lil Alamin?.
betulkah kita sebagai rahmat bagi seluruh alam? Wallahu'alam bissawaf!!!
Selama ini, mungkin sebagian dari kita beranggapan bahwa Aku adalah diriku sendiri, (Fisik) dan kemudian menafikan apa yang terlihat tidak satu dengan Aku. Kalau ia benar begitu, mungkin pendefenisian kata Aku di kepala kita (otak/akal) bisa diperluas. Dengan mengutip pepatah yang menggugah, yang mengatakan bahwa “Kamu adalah aku yang nampak dalam wujud lain” dengan menelaah pepatah tersebut, saya bisa lebih melihat, meneropong jauh, kata Aku. Dengan melihat keterikatan antara mahluk satu dengan lainnya, hal yang di luar dari pada kita adalah “Aku” dalam representasi lain, bukan “dia” tapi “Aku” : Tanaman, hewan, udara, air, tanah, dan lain sebagainya adalah “Aku”. ketika mereka terluka, tercemar, teraniaya, Aku pun ikut merasa teraniaya.
Komentar
Posting Komentar